Reporter : Ardyan Mohamad
Kamis, 13 Juni 2013 16:56:50
93
Kisah hidup Purdi E Tjandra berkali-kali dibukukan dan tak terhitung lagi dibicarakan dalam seminar-seminar motivasi. Dia adalah sang raja bisnis bimbingan belajar dan termasuk salah satu pengusaha yang perjalanan kariernya dinilai bagus sebagai bahan motivasi masyarakat yang sedang ingin merintis usaha.
Lahir di Lampung, 9 September 1959, Purdi lahir dari keluarga miskin, pasangan Siti Wasingah dan Mujiyono yang merupakan transmigran asal Jawa Tengah. Sejak kecil, Purdi sudah membantu orang tuanya berdagang lantaran keterbatasan biaya.
Saat sekolah menengah pertama, dia telah beternak ayam dan bebek. Walau membantu orang tua, Purdi tak melupakan sekolahnya.
Memasuki masa SMA, dia meminta sang ayah agar diizinkan bersekolah di Yogyakarta. Lantaran berotak encer, Purdi diterima di banyak universitas. Tak tanggung-tanggung, dia secara bersamaan menjalani kuliah di 4 jurusan yang berbeda, Psikologi, Elektro, Sastra Inggris, dan Farmasi di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan IKIP Yogyakarta.
Namun, kehidupan kampus menurutnya tidak memberi bekal apa-apa untuk bertahan hidup. Akhirnya, Purdi memutuskan banting setir menjalani aktivitas wiraswasta seperti masa kecilnya dulu. Dia lepas semua kuliahnya, dan tidak khawatir meski berstatus drop out.
Pada 1982, Purdi melihat banyak pelajar yang belajar ekstra keras untuk menembus perguruan tinggi. Terlihat anak-anak SMA dekat kosnya belajar kelompok supaya lulus Sipenmaru. Terlintaslah ide bisnis untuk membantu mereka agar mudah mengerjakan soal-soal penerimaan mahasiswa baru.
Bermodalkan sedikit patungan beberapa teman sesama mahasiswa UGM, Purdi mendirikan Primagama. Dia menjual sepeda motor seharga Rp 300.000, menyewa rumah kecil, menyekat ruang tamunya menjadi dua. Biaya les saat itu Rp 50.000 untuk dua bulan.
Ada satu trik unik yang selalu Purdi sampaikan dalam seminar wirausaha soal caranya merintis bisnis. Dia awalnya kesulitan mendapat peserta les. Namun, ketika salah satu murid bimbingannya membawa motor, dia meminta anak itu mengajak teman lain datang les gratis juga. Syaratnya, mereka turut membawa kendaraan roda dua.
Alhasil, halaman kantor Primagama ramai sepeda motor. Banyak murid SMA lain tertarik mendaftar, karena mengira lembaga bimbingan belajar itu diikuti oleh anak-anak orang kaya.
Terobosan berikutnya dari Purdi adalah menerapkan sistem uang kembali jika peserta les tidak diterima di kampus idaman. Terobosan lain adalah konsep bimbingan khusus rahasia soal-soal ujian penerimaan perguruan tinggi.
Segenap usaha itu membuat Primagama menjadi penguasa bisnis bimbingan belajar di Indonesia. Di pertengahan 1990, semakin banyak yang berusaha menyaingi Purdi, namun Primagama tetap berkibar dan jadi salah satu bimbingan belajar prestisius di Tanah Air.
Di masa jayanya, pertengahan 2000, omzet usaha bimbingan belajar mencapai Rp 600 juta per bulan atau Rp 70 miliar setahun. Hingga 2012, cabang Primagama di seluruh Indonesia mencapai 756 unit. Purdi cepat mengerek Primagama karena mengubahnya menjadi merek dagang yang dilindungi hak paten, serta mempermudah pembukaan cabang dengan sistem waralaba.
Nama Primagama diubah tidak sekadar merek lembaga bimbingan belajar, namun juga usaha media, event organizer, sampai perbukuan.
Semua cerita sukses itu membuatnya didapuk menjadi salah satu wirausahawan panutan. Dia sempat menjabat sebagai Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) cabang Yogyakarta dan pengurus Kamar Dagang dan Industri Daerah (Kadinda) DIY.
Purdi Tjandra juga mendirikan Entrepreneur University (EU) pada 2003. Salah satu misinya mencetak semakin banyak pengusaha di negara ini dengan cara-cara unik menjurus provokatif. Beberapa slogan EU yang menarik perhatian khalayak adalah BODOL (Berani Optimis Duit Orang Lain) dan ATM (Amati Tiru Modifikasi).
Seakan terpengaruh kisah hidupnya dulu yang dikecewakan kampus, suami Triningsih Kusuma Astuti ini dalam seminar-seminarnya sering meminta masyarakat jangan terlalu mengandalkan sekolah. Menurutnya, menjadi pengusaha itu tidak butuh pintar.
Kini semua capaian yang inspiratif itu ternoda. Purdi kena masalah karena terlambat membayar utang Rp 12 miliar dari BNI Syariah. Awalnya, Purdi menerima fasilitas kredit dalam bentuk akad pembiayaan murabahah oleh BNI Syariah.
Pemberian pembiayaan itu dilakukan pada 29 Agustus 2007 dengan jumlah Rp 3,3 miliar dan 9 Mei 2008 senilai Rp 20,9 miliar.
Tapi, sejak dua tahun lalu, pembayaran cicilan pinjaman tersebut mulai seret. Tiga kali somasi tak digubris pihak Purdi, BNI langsung menyeretnya ke Pengadilan Niaga Jakarta.
Putusan keluar. Sang raja bimbingan belajar itu dianggap tak mampu membayar kewajibannya, alias diputus pailit.
Penyitaan aset kini sudah membayangi langkah Purdi ke depan. Namun, sejauh ini, bos Primagama itu belum menyerah. Melalui kuasa hukumnya Bambang Heriarto, dia mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Purdi sering mengajak peserta seminarnya agar terus bangkit ketika bangkrut. Sekarang, sampai semua persolan yang melilitnya tuntas, maka sang raja bimbingan belajar itu giliran mengalami ambruk, seperti yang biasa dia ajarkan.
Lahir di Lampung, 9 September 1959, Purdi lahir dari keluarga miskin, pasangan Siti Wasingah dan Mujiyono yang merupakan transmigran asal Jawa Tengah. Sejak kecil, Purdi sudah membantu orang tuanya berdagang lantaran keterbatasan biaya.
Saat sekolah menengah pertama, dia telah beternak ayam dan bebek. Walau membantu orang tua, Purdi tak melupakan sekolahnya.
Memasuki masa SMA, dia meminta sang ayah agar diizinkan bersekolah di Yogyakarta. Lantaran berotak encer, Purdi diterima di banyak universitas. Tak tanggung-tanggung, dia secara bersamaan menjalani kuliah di 4 jurusan yang berbeda, Psikologi, Elektro, Sastra Inggris, dan Farmasi di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan IKIP Yogyakarta.
Namun, kehidupan kampus menurutnya tidak memberi bekal apa-apa untuk bertahan hidup. Akhirnya, Purdi memutuskan banting setir menjalani aktivitas wiraswasta seperti masa kecilnya dulu. Dia lepas semua kuliahnya, dan tidak khawatir meski berstatus drop out.
Pada 1982, Purdi melihat banyak pelajar yang belajar ekstra keras untuk menembus perguruan tinggi. Terlihat anak-anak SMA dekat kosnya belajar kelompok supaya lulus Sipenmaru. Terlintaslah ide bisnis untuk membantu mereka agar mudah mengerjakan soal-soal penerimaan mahasiswa baru.
Bermodalkan sedikit patungan beberapa teman sesama mahasiswa UGM, Purdi mendirikan Primagama. Dia menjual sepeda motor seharga Rp 300.000, menyewa rumah kecil, menyekat ruang tamunya menjadi dua. Biaya les saat itu Rp 50.000 untuk dua bulan.
Ada satu trik unik yang selalu Purdi sampaikan dalam seminar wirausaha soal caranya merintis bisnis. Dia awalnya kesulitan mendapat peserta les. Namun, ketika salah satu murid bimbingannya membawa motor, dia meminta anak itu mengajak teman lain datang les gratis juga. Syaratnya, mereka turut membawa kendaraan roda dua.
Alhasil, halaman kantor Primagama ramai sepeda motor. Banyak murid SMA lain tertarik mendaftar, karena mengira lembaga bimbingan belajar itu diikuti oleh anak-anak orang kaya.
Terobosan berikutnya dari Purdi adalah menerapkan sistem uang kembali jika peserta les tidak diterima di kampus idaman. Terobosan lain adalah konsep bimbingan khusus rahasia soal-soal ujian penerimaan perguruan tinggi.
Segenap usaha itu membuat Primagama menjadi penguasa bisnis bimbingan belajar di Indonesia. Di pertengahan 1990, semakin banyak yang berusaha menyaingi Purdi, namun Primagama tetap berkibar dan jadi salah satu bimbingan belajar prestisius di Tanah Air.
Di masa jayanya, pertengahan 2000, omzet usaha bimbingan belajar mencapai Rp 600 juta per bulan atau Rp 70 miliar setahun. Hingga 2012, cabang Primagama di seluruh Indonesia mencapai 756 unit. Purdi cepat mengerek Primagama karena mengubahnya menjadi merek dagang yang dilindungi hak paten, serta mempermudah pembukaan cabang dengan sistem waralaba.
Nama Primagama diubah tidak sekadar merek lembaga bimbingan belajar, namun juga usaha media, event organizer, sampai perbukuan.
Semua cerita sukses itu membuatnya didapuk menjadi salah satu wirausahawan panutan. Dia sempat menjabat sebagai Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) cabang Yogyakarta dan pengurus Kamar Dagang dan Industri Daerah (Kadinda) DIY.
Purdi Tjandra juga mendirikan Entrepreneur University (EU) pada 2003. Salah satu misinya mencetak semakin banyak pengusaha di negara ini dengan cara-cara unik menjurus provokatif. Beberapa slogan EU yang menarik perhatian khalayak adalah BODOL (Berani Optimis Duit Orang Lain) dan ATM (Amati Tiru Modifikasi).
Seakan terpengaruh kisah hidupnya dulu yang dikecewakan kampus, suami Triningsih Kusuma Astuti ini dalam seminar-seminarnya sering meminta masyarakat jangan terlalu mengandalkan sekolah. Menurutnya, menjadi pengusaha itu tidak butuh pintar.
Kini semua capaian yang inspiratif itu ternoda. Purdi kena masalah karena terlambat membayar utang Rp 12 miliar dari BNI Syariah. Awalnya, Purdi menerima fasilitas kredit dalam bentuk akad pembiayaan murabahah oleh BNI Syariah.
Pemberian pembiayaan itu dilakukan pada 29 Agustus 2007 dengan jumlah Rp 3,3 miliar dan 9 Mei 2008 senilai Rp 20,9 miliar.
Tapi, sejak dua tahun lalu, pembayaran cicilan pinjaman tersebut mulai seret. Tiga kali somasi tak digubris pihak Purdi, BNI langsung menyeretnya ke Pengadilan Niaga Jakarta.
Putusan keluar. Sang raja bimbingan belajar itu dianggap tak mampu membayar kewajibannya, alias diputus pailit.
Penyitaan aset kini sudah membayangi langkah Purdi ke depan. Namun, sejauh ini, bos Primagama itu belum menyerah. Melalui kuasa hukumnya Bambang Heriarto, dia mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Purdi sering mengajak peserta seminarnya agar terus bangkit ketika bangkrut. Sekarang, sampai semua persolan yang melilitnya tuntas, maka sang raja bimbingan belajar itu giliran mengalami ambruk, seperti yang biasa dia ajarkan.
[tts]