DENPASAR - Tindakan korupsi di Indonesia dilakukan secara sistematis oleh oknum-oknum pejabat, karena itu upaya pemberantasan sangat sulit dilakukan.
"Tindakan korupsi yang dilakukan para oknum pejabat sudah ada sejak zaman Orde Baru, namun saat itu tidak ada yang berani mengungkap karena kediktatoran pemimpin pada saat itu sehingga negara terbelenggu oleh kekuasaan," kata Dadang Widoyoko, dari Indonesia Corruption Watch (ICW) pada diskusi publik bertema "Negara Keadaan Darurat" di Denpasar, Senin.
Ia mengatakan, seiring dengan keterbukaan media informasi diharapkan tindakan-tindakan yang merugikan bangsa bisa diungkap dan aparat penegak hukum berani menindaknya.
"Penegak hukum harus berani bertindak, jangan hanya mengungkap dan menyelidikinya saja, tapi harus berani memberi hukuman yang setimpal dengan perbuatan yang dilakukannya," ucap Dadang.
Jika penegak hukum lemah memberikan hukuman, kata dia, maka para koruptor tidak akan merasa jera. Bahkan bisa saja mereka berbuat yang lebih besar lagi. "Kami mengharapkan penegak hukum harus tegas. Kalau masalah hukum jangan lagi dikait-kaitkan dengan politik. Sebaiknya tindak saja agar mereka jera," ucapnya.
Danang mengatakan, tindakan korupsi biasanya dilakukan oknum-oknum pejabat untuk mengeruk kekayaan negara, sehingga yang menanggung akibatnya adalah masyarakat itu sendiri.
"Sejumlah pejabat di kementerian kini juga tersandung tindakan korupsi. Namun belum semuanya ditindak. Walau saat ini media massa sudah mengungkap keterlibatan oknum dalam melakukan korupsi terhadap kekayaan negara tersebut," ucapnya.
Oleh karena itu, kata dia, aparat penegak hukum dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus cermat dan tegas menindak oknum-oknum pejabat yang melakukan korupsi.
"Bila negara bebas dari korupsi kami yakin kehidupan masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan akan dapat terwujud. Karena dana itu bisa difokuskan untuk pemberdayaan masyarakat dan membangun bangsa," katanya. (ant/gor)
"Tindakan korupsi yang dilakukan para oknum pejabat sudah ada sejak zaman Orde Baru, namun saat itu tidak ada yang berani mengungkap karena kediktatoran pemimpin pada saat itu sehingga negara terbelenggu oleh kekuasaan," kata Dadang Widoyoko, dari Indonesia Corruption Watch (ICW) pada diskusi publik bertema "Negara Keadaan Darurat" di Denpasar, Senin.
Ia mengatakan, seiring dengan keterbukaan media informasi diharapkan tindakan-tindakan yang merugikan bangsa bisa diungkap dan aparat penegak hukum berani menindaknya.
"Penegak hukum harus berani bertindak, jangan hanya mengungkap dan menyelidikinya saja, tapi harus berani memberi hukuman yang setimpal dengan perbuatan yang dilakukannya," ucap Dadang.
Jika penegak hukum lemah memberikan hukuman, kata dia, maka para koruptor tidak akan merasa jera. Bahkan bisa saja mereka berbuat yang lebih besar lagi. "Kami mengharapkan penegak hukum harus tegas. Kalau masalah hukum jangan lagi dikait-kaitkan dengan politik. Sebaiknya tindak saja agar mereka jera," ucapnya.
Danang mengatakan, tindakan korupsi biasanya dilakukan oknum-oknum pejabat untuk mengeruk kekayaan negara, sehingga yang menanggung akibatnya adalah masyarakat itu sendiri.
"Sejumlah pejabat di kementerian kini juga tersandung tindakan korupsi. Namun belum semuanya ditindak. Walau saat ini media massa sudah mengungkap keterlibatan oknum dalam melakukan korupsi terhadap kekayaan negara tersebut," ucapnya.
Oleh karena itu, kata dia, aparat penegak hukum dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus cermat dan tegas menindak oknum-oknum pejabat yang melakukan korupsi.
"Bila negara bebas dari korupsi kami yakin kehidupan masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan akan dapat terwujud. Karena dana itu bisa difokuskan untuk pemberdayaan masyarakat dan membangun bangsa," katanya. (ant/gor)