Sabtu, 11 Oktober 2014

Teladan Rasulullah Dalam Setia
*dari buku Keajaiban Cinta Rasul
Khadijah binti Khuwalid yang menjadi istri pertama Rasulullah telah meninggal dunia. Beberapa tahun kemudian, beliau memang menikah kembali, tetapi posisi Khadijah di hati beliau tidak pernah bergeser apalagi hilang.
Kasih sayang, cinta, dan ketulusan Khadijah selalu terukir indah di dalam ingatan Rasulullah Saw. Kerinduan itu bahkan membuat beliau begitu sensitif akan kehadiran kerabat dan orang yang dekat dengan Khadijah karena akan mengingatkan beliau pada sosok Khadijah.
Aisyah r.a. berkata, “Halah binti Khuwalid, saudara perempuan Khadijah, meminta izin untuk masuk ke rumah Rasulullah Saw. Beliau mengenali suara Halah yang mirip dengan suara Khadijah sehingga beliau merasa senang. Lalu beliau berkata, ’Ya Allah, ternyata ia Halah binti Khuwalid.’ Aku pun merasa cemburu, lalu berkata, ’Mengapa engkau masih menyebut-nyebut perempuan Quraisy tua renta itu, yang kedua ujung bibirnya telah memerah, dan telah meninggal? Padahal Allah telah
memberikan kepada engkau pengganti yang lebih baik darinya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Perhatikanlah kisah di atas. Kecintaan Rasululah yang teramat dalam terhadap Khadijah membuat Aisyah nyaris tidak mampu mengendalikan perasaan cemburunya.
Pada kesempatan lain Aisyah berkata, “Jika memuji Khadijah, Rasulullah memberikan pujian yang terbaik. Suatu hari aku cemburu karena Rasulullah menyebut-nyebut Khadijah lebih sering daripada menyebut-nyebut si pipi merah ini. Bukankah Allah telah menggantikannya (Khadijah) dengan sesuatu yang lebih baik? Beliau menjawab, ’Allah tidak menggantikannya dengan sesuatu yang lebih baik. Ia beriman kepadaku ketika orang lain mengingkariku. Ia membenarkanku ketika orang lain mendustakanku. Ia menyokongku dengan hartanya ketika orang lain tidak memberikan. Melalui dirinya, Allah menganugerahkan keturunan kepadaku, sementara istri-istri yang lain tidak.” (HR Ahmad)
Aisyah r.a. bahkan sering sekali berkata, “Tidak ada seorang pun wanita yang aku cemburui seperti halnya Khadijah. Rasulullah tidak pernah menduakan Khadijah dengan wanita lain. Tidaklah beliau mempersunting aku kecuali tiga tahun setelah Khadijah meninggal dunia.”
Dalam sebuah riwayat, Aisyah r.a. berkata, “Aku tidak cemburu kepada istri Rasulullah yang lain sebagaimana cemburuku kepada Khadijah, karena aku sering mendengar Rasulullah menyebut-nyebut namanya dan beliau mempersuntingku tiga tahun setelah Khadijah meninggal dunia.”
Dalam Perang Badar, kaum muslimin pulang membawa kemenangan. Mereka menawan 70 orang dari pihak musuh. Di antara tawanan itu ada Abu Al-Ash bin Ar-Rabi, suami Zainab, putri Rasulullah. Saat itu Zainab masih berada di Mekah lantaran mengikuti suaminya.
Penduduk Mekah mengirimkan tebusan kepada Rasulullah untuk membebaskan para tawanan perang tersebut. Zainab juga mengirimkan seuntai kalung yang ia miliki. Kalung itu adalah pemberian ibunya, Khadijah, pada malam pengantinnya dahulu.
Melihat kalung itu, Rasulullah Saw. tersentak. Para sahabat menyadari bahwa beliau sedang mengenang Khadijah. Hari-hari indah bersama Khadijah yang suci dan lembut, pendamping sekaligus penopang perjuangan beliau, terbingkai indah dalam ingatan beliau.
Kemudian Rasulullah Saw. meminta para sahabat untuk membebaskan suami Zainab dan mengembalikan kalung yang ia kirimkan. Para sahabat pun membebaskannya dan mengembalikan kalung tersebut.
Rasulullah Saw. pun selalu merasa gembira bila melihat teman dekat Khadijah. Rasulullah Saw. bersabda, “Homati mereka karena Khadijah juga mencintai mereka.”
Jika menyembelih seekor kambing, beliau berpesan, “Berikan sebagiannya untuk teman-teman Khadijah.”
Demikianlah perasaan cinta dan setia Rasulullah Saw. kepada Khadijah r.a. Anda pernah melihat kesetiaan sebesar ini dari seorang suami kepada istrinya?

Pengikut