Sabtu, 11 Agustus 2012


Warisan Rasulullah dibagi-bagi di masjid

وعن أبي هريرة أنه مر بسوق المدينة فوقف عليها فقال: يا أهل السوق ما أعجزكم قالوا: وما ذاك يا أبا هريرة قال: ذاك ميراث رسول الله صلى الله عليه وسلم يقسم وأنتم ههنا ألا تذهبون فتأخذون نصيبكم منه قالوا: وأين هو قال: في المسجد فخرجوا سراعاً ووقف أبو هريرة لهم حتى رجعوا فقال لهم: ما لكم قالوا: يا أبا هريرة فقد أتينا المسجد فدخلنا فلم نر فيه شيئاً يقسم فقال لهم أبو هريرة: وما رأيتم في المسجد أحداً قالوا: بلى رأينا قوماً يصلون وقوماً يقرأون القرآن وقوماً يتذاكرون الحلال والحرام فقال لهم أبو هريرة: ويحكم فذاك ميراث محمد صلى الله عليه وسلم. رواه الطبراني في الأوسط وإسناده حسن
Pada suatu hari, abu hurairah rhu melewati salah satu pasar di madinah dan berhenti di sana sambil berkata, “Wahai orang-orang pasar, apa yang menyebabkan kalian lemah?? Maka mereka berkata, “Ada kejadian apa wahai abu hurairah??” Abu hurairah rhu berkata, “Harta warisan rasulullah saw sedang dibagi-bagi, sedangkan kalian ada disini!! Tidak inginkah kalian mengambil bagian untuk kalian?? Mereka bertanya, “Dimana itu?” Jawab abu hurairah rhu, “Di Masjid.”. Merekapun segera berlarian keluar dari pasar menuju masjid. Abu hurairah berdiri menunggu mereka. Ketika mereka kembali, abu hurairah bertanya, “Ada apa kalian??” Mereka menjawab, “Wahai abu hurairah, kami telah datang ke masjid dan kami tidak melihat apapun yang sedang dibagi-bagikan ?” Abu hurairah rhu bertanya, “Apakah kalian tidak melihat siapapun di masjid??” Mereka menjawab, Ya! Kami melihat sebagian orang sedang sholat, sebagian lain sedang membaca Alquran, dan sebagian lainnya sedang bermudzakaroh mengenai halal dan haram. Kemudian Abu hurairah rhu berkata kepada mereka, “Celaka kalian!!” Itulah warisan Rasulullah SAW. (HR. Tabroni didalam ausath dan isnadnya hasan—majmu’zawaid)
dikutip dari :


Alloh SWT menyembunyikan 6 perkara didalam 6 perkara/keadaan

Dari umar rhu, Sesungguhnya Alloh Ta’ala menyembunyikan 6 perkara di dalam 6 perkara/keadaan:
1. Alloh menyembunyikan ridhoNya didalam suatu ketaatan, diantara berbagai ketaatan, agar manusia bersungguh-sungguh di seluruh perbuatan ketaatan, dengan harapan bertemu dengan keridhoaan Alloh Ta’ala
Maka tidak diperbolehkan bagi kita meremehkan suatu perbuatan taat, walaupun sangat kecil, karena sesungguhnya bisa jadi keridhoaan Alloh Ta’ala ada pada ketaatan kecil itu.
2. Alloh menyembunyikan marah-Nya didalam suatu maksiat, diantara berbagai perbuatan maksiat, agar manusia menjauihinya, karena khawatir terjerumus didalamnya.
Maka seseorang tidak diperbolehkan meremehkan maksiat, meskipun sangat halus, karena sesungguhnya ia tidak tahu bahwasanya kadangkala didalam perbuatan itu terdapat kemarahan Alloh Ta’ala.
3. Alloh menyembunyikan lailatul qodar didalam bulan romadhon, agar manusia bersungguh-sungguh dalam menghidupkan seluruh bulan romadhon dengan beribadah. Karena sesungguhnya ganjaran ibadah sunnah sama seperti ganjaran ibadah fardhu di bulan lain, sebagaimana sisebutkan dalam hadits.
Bahkan Syeikh An Nakho’i berpendapat: “ satu rokaat di bulan romadhon itu lebih utama dibandingkan seribu rokaat di bulan lainnya, dan satu ucapan tasbih di bulan romadhon itu lebih utama dibandingkan seribu tasbih di bulan lain”
Dan agar mereka bersungguh-sungguh menghidupkan malam-malam bulan romadhon dengan harapan mereka akan berjumpa lailatul qodar. Karena malam itu lebih baik dari seribu bulan, yaitu 83 tahun 4 bulan.
Di dalam hadits Imam thobroni, secara marfu’ sampai kepada rasulullah saw, disebutkan: “ Sesungguhnya orang yang berzina di bulan romadhon atau meminum minuman keras, maka akan dilaknat oleh Alloh dan makhluk yang ada dilangit sampai datang bulan romadhon yang sama dari putaran tahun kedua”.
Karena sesungguhnya orang yang mati sebelum ia menemui bulan romadhon, maka ia tidak mempunyai kebaikan disisi Alloh, yang dapat membuatnya takut neraka. Karena itu bertakwalah kepada Alloh di bulan romadhon, karena sesungguhnya segala kebaikan dilipat gandakan di bulan itu, sesuatu yang tidak dapat dilipat gandakan di bulan lainnya, dan begitu pula berbagai kejelekan.
4. Alloh menyembunyikan para wali-Nya di tengah-tengah manusia
Supaya mereka tidak meremehkan seorangpun diantara mereka, dan supaya mereka mencari doa dari sebagian mereka dengan harapan akan berjumpa dengan seorang wali. Maka tidak boleh seseorang meremehkan seorang manusia, karena sesungguhnya ia tidak tahu, bisa jadi orang itu termasuk wali-wali Alloh Ta’ala.
5. Alloh menyembunyikan kematian di dalam umur, maka selayaknya saat seperti ini bagi setiap orang hendaknya mempersiapkan kematian di setiap waktu dengan berbagai ibadah, karena terkadang kematian datang dengan tiba-tiba
6. Alloh menyembunyikan sholat wushto, yakni yang paling utama di dalam seluruh sholat, yakni sholat 5 waktu, agar manusia sungguh-sungguh memperhatikannya di seluruh sholat
Dan Alloh menyembunyikan namaNya yang agung didalam semua nama-Nya, agar manusia bersungguh-sungguh di dalam berdoa dengan semua namaNya, dengan harapan mereka bisa menjumpaiNya
Dan Alloh menyembunyikan saat terkabulnya doa di hari jumat, agar manusia bersungguh-sungguh berdoa di hari itu.
Dan Alloh menyembunyikan As Sab’ul Matsani (Tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang) di dalam sejumlah surat Alquran, agar manusia bersungguh-sungguh di dalam membaca seluruh surat al quran.
(Diambil dari kitab Nashoihul Ibad, Syaikh Nawawi Albantani)

dikutip dari :


Puasa ala Sufi menurut Imam Al-Ghozaly
"Betapa banyak orang berpuasa yang tidak mendapat sesuatu selain lapar dan dahaga?"
 
Bismillah, Walhamdulillah Wassalatu Wassalamu
`Ala Rasulillah, Wa'ala Aalihie Wasahbihie Waman Walaah




Sesungguhnya ada tiga tingkatan puasa: biasa, khusus dan sangat khusus.
Puasa biasa, maksudnya adalah menahan diri terhadap makan, minum dan hubungan biologis antara suami istri dalam jangka waktu tertentu.
Puasa khusus, maksudnya adalah menjaga telinga, mata, lidah, tangan serta kaki dan juga anggota badan lainnya dari berbuat dosa.

Sedang puasa yang sangat khusus, maksudnya adalah puasa hati dengan mencegahnya dari memikirkan perkara perkara yang hina dan duniawi, yang ada hanyalah mengingat Allah swt. dan akhirat. Jenis puasa demikian dianggap batal bila sampai mengingat perkara perkara duniawi selain Allah dan tidak untuk akhirat. Puasa yang dilakukan dengan mengingat perkara perkara duniawi adalah batal, kecuali mendorong ke arah pemahaman agama, karena ini merupakan tanda ingat pada akhirat, dan tidak termasuk pada yang bersifat duniawi.

Mereka yang masuk ke dalam tingkatan puasa sangat khusus akan merasa berdosa bila hari-harinya hanya terisi dengan hal hal yang dapat membatalkan puasa. Rasa berdosa ini bermula dari rasa takyakin terhadap karunia sertajanji Allah swt. untuk mencukupkan (dengan) rezeki Nya.

Untuk tingkatan ketiga ini adalah milik atau hanya dapat dicapai oleh para Rasul, para wali Allah dan mereka yang selalu berupaya mendekatkan diri kepada Nya. Tidaklah cukup dilukiskan dengan kata-kata, karena hal tersebut telah menjadi nyata dalam tindakan (aksi). Tujuan mereka hanyalah semata mata mengabdi (berdedikasi) kepada Allah swt, mengabaikan segala sesuatu selain Dia. Terkait dengan makna firman Allah swt, "Katakanlah, Allah! Kemudian biarkanlah mereka bermain main dalam kesesatannya.” (Q s. 6: 91).

Syarat-syarat Batin


Puasa khusus adalah jenis ibadah yang diamalkan sebagaimana oleh orang orang saleh. Puasa ini bermakna menjaga seluruh organ tubuh manusia agar tidak melakukan dosa dan harus pula memenuhi keenam syaratnya :


1. Tidak Melihat Apa yang Dibenci Allah Swt.

Suatu hal yang suci, menahan diri dari melihat sesuatu yang dicela (makruh), atau yang dapat membimbangkan dan melalaikan hati dari mengingat Allah swt. Nabi Muhammad saw. bersabda, "pandangan adalah salah satu dari panah-panah beracun milik setan, yang telah dikutuk Allah. Barangsiapa menjaga pandangannya, semata mata karena takut kepada Nya, niscaya Allah swt. akan memberinya keimanan, sebagaimana rasa manis yang diperolehnya dari dalam hati. " (H.r. al Hakim, hadis shahih). Jabir meriwayatkan dari Anas, bahwa Rasulullah saw. telah bersabda, “Ada lima hal yang dapat membatalkan puasa seseorang: berdusta, mengurnpat, menyebar isu (fitnah), bersumpah palsu dan memandang dengan penuh nafsu."

2. Menjaga Ucapan

Menjaga lidah (lisan) dari perkataan sia-sia, berdusta, mengumpat, menyebarkan fitnah, berkata keji dan kasar, melontarkan kata kata permusuhan (pertentangan dan kontroversi); dengan lebih banyak berdiam diri, memperbanyak dzikir dan membaca [mengkaji] al-Qur'an. Inilah puasa lisan. Said Sufyan berkata, "Sesungguhnya mengumpat akan merusak puasa! Laits mengutip Mujahid yang berkata, 'Ada dua hal yang merusak puasa, yaitu mengumpat dan berbohong."
Rasulullah saw. bersabda, "Puasa adalah perisai. Maka barangsiapa di antaramu sedang berpuasa janganlah berkata keji dan jahil, jika ada orang yang menyerang atau memakimu, katakanlah, Aku sedang berpuasa! Aku sedang berpuasa'!" (H.r. Bukhari Muslim).

3. Menjaga Pendengaran

Menjaga pendengaran dari segala sesuatu yang tercela; karena setiap sesuatu yang dilarang untuk diucapkan juga dilarang untuk didengarkan. Itulah mengapa Allah swt. tidak membedakan antara orang yang suka mendengar (yang haram) dengan mereka yang suka memakan (yang haram). Dalam al Qur'an Allah swt. berfirman, "Mereka gemar mendengar kebohongan dan memakan yang tiada halal." (Q.s. 5: 42).
Demikian juga dalam ayat lain, Allah swt. berfirman, "Mengapa para rabbi dan pendeta di kalangan mereka tidak melarang mereka dari berucap dosa dan memakan barang terlarang?" (Q.s. 5: 63).
Oleh karena itu, sebaiknya berdiam diri dan menjauhi pengumpat. Allah swt. berfirman dalam wahyu Nya, 'Jika engkau (tetap duduk bersama mereka), sungguh, engkaupun seperti mereka ..." (Q.s. 4: 140). Itulah mengapa Rasulullah saw. mengatakan, "Yang mengumpat dan pendengarnya, berserikat dalam dosa." (H.r. at Tirmidzi).

4. Menjaga Sikap Perilaku

Menjaga semua anggota badan lainnya dari dosa: kaki dan tangan dijauhkan dari perbuatan yang makruh, dan menjaga perut dari makanan yang diragukan kehalalannya (syubhat) ketika berbuka puasa. Puasa tidak punya arti apa apa bila dilakukan dengan menahan diri dari memakan yang halal dan hanya berbuka dengan makanan haram. Barangsiapa berpuasa seperti demikian, bagaikan orang membangun istana, tetapi merobohkan kota. Makanan yang halal juga akan menimbulkan kemudharatan, bukan karena mutunya tetapi karena jumlahnya. Maka puasa dimaksudkan untuk mengatasi hal tersebut. Karena didera kekhawatiran, atau karena sakit yang berkepanjangan, seseorang dapat memakan obat secara berlebihan.

Tetapi jelas tidak masuk akal jika kemudian ada yang menukar obat dengan racun. Makanan haram adalah racun berbahaya bagi kehidupan beragama; sedang makanan halal ibarat obat, yang akan memberikan kemanfaatan apabila dimakan dalam jumlah cukup, tidak demikian halnya dalam jumlah berlebihan. Memang, tujuan puasa adalah mendorong lahirnya sikap pertengahan.

Bersabda Rasulullah saw, "Betapa banyak orang berpuasa yang tidak mendapatkan sesuatu, kecuali lapar dan dahaga saja!" (H.r. an Nasa'i, Ibnu Majah). Ini ada yang mengartikan pada orang yang berpuasa namun berbuka dengan makanan haram. Tetapi ada pula yang menafsirkan dengan orang yang berpuasa, yang menahan diri dari makanan halal tetapi berbuka dengan daging dan darah manusia, dikarenakan mereka telah merusak puasanya dengan mengumpat orang lain. Lainnya lagi menafsirkan bahwa mereka ini berpuasa tetapi tidak menjaga anggota tubuhnya dari berbuat dosa.

5. Menghindari Makan Berlebihan

Berbuka puasa dengan makan yang tidak berlebihan, sehingga rongga dadanya menjadi sesak. Tidak ada kantung yang lebih tidak disukai Allah swt. selain perut yang penuh (berlebihan) dengan makanan halal. Dapatkah puasa bermanfaat sebagai cara mengalahkan musuh Allah swt. dan mengendalikan hawa nafsu, bila kita berbuka menyesaki perut dengan apa yang biasa kita makan siang hari? Terlebih lagi, biasanya di bulan puasa masih disediakan makanan tambahan, yang justru di hari-hari biasa tidak tersedia.

Sesungguhnya hakikat puasa adalah melemahkan tenaga yang biasa dipergunakan setan untuk mengajak kita ke arah kejahatan. Oleh sebab itu, lebih penting (esensial) bila mampu mengurangi porsi makan malam dalam bulan Ramadhan dibanding malam malam di luar bulan Ramadhan, saat tidak berpuasa. Karenanya, tidak akan mendapatkan manfaat di saat berpuasa bila tetap makan dengan porsi makanan yang biasa dimakan pada hari hari biasa. Bahkan dianjurkan mengurangi tidur di siang hari, dengan harapan dapat merasakan semakin melemahnya kekuatan jasmani, yang akan mengantarkannya pada penyucian jiwa.

Oleh karena itu, barangsiapa telah "meletakkan" kantung makanan di antara hati dan dadanya, tentu akan buta terhadap karunia tersebut. Meskipun perutnya kosong, belum tentu terangkat hijab (tabir) yang terbentang antara dirinya dengan Allah, kecuali telah mampu mengosongkan pikiran dan mengisinya dengan mengingat kepada Allah swt. semata. Demikian adalah puncak segalanya, dan titik mula dari semuanya itu adalah mengosongkan perut dari makanan.

6. Menuju kepada Allah Swt. dengan Rasa Takut dan Pengharapan

Setelah berbuka puasa, selayaknya hati terayun ayun antara takut (khauf) dan harap [raja']. Karena siapa pun tidak mengetahui, apakah puasanya diterima sehingga dirinya termasuk orang yang mendapat karunia Nya sekaligus orang yang dekat dengan Nya, ataukah puasanya tidak diterima, sehingga dirinya menjadi orang yang dicela oleh Nya. Pemikiran seperti inilah yang seharusnya ada pada setiap orang yang telah selesai melaksanakan suatu ibadah.
Dari al Hasan bin Abil Hasan al Bashri, bahwa suatu ketika melintaslah sekelompok orang sambil tertawa terbahak bahak. Hasan al Bashri lalu berkata, 'Allah swt. telah menjadikan Ramadhan sebagai bulan perlombaan. Di saat mana Para hamba Nya saling berlomba dalam beribadah. Beberapa di antara mereka sampai ke titik final lebih dahulu dan menang, sementara yang lain tertinggal dan kalah. Sungguh menakjubkan mendapati orang yang masih dapat tertawa terbahak bahak dan bermain di antara (keadaan) ketika mereka yang beruntung memperoleh kemenangan, dan mereka yang merugi memperoleh kesia-siaan. Demi Allah, apabila hijab tertutup, mereka yang berbuat baik akan dipenuhi (pahala) perbuatan baiknya, dan mereka yang berbuat cela juga dipenuhi oleh kejahatan yang diperbuatnya." Dengan kata lain, manusia yang puasanya diterima akan bersuka ria, sementara orang yang ditolak akan tertutup baginya gelak tawa.

Dari al Ahnaf bin Qais, bahwa suatu ketika seseorang berkata kepadanya, "Engkau telah tua; berpuasa akan dapat melemahkanmu." Tetapi al Ahnaf bahkan menjawab, "Dengan berpuasa, sebenarnya aku sedang mempersiapkan diri untuk perjalanan panjang. Bersabar dalam menaati Allah swt. tentu akan lebih mudah daripada menanggung siksa Nya."
Demikianlah, semua itu adalah makna signifikan puasa.

Pentingnya Memenuhi Aspek aspek (Syarat) Batin

Sekarang Anda mungkin mengatakan, "Dengan menahan makan, minum dan nafsu seksual, tanpa harus memperhatikan syarat batin itu sudah sah. Menurut pendapat para ahli fiqih juga demikian, bahwa puasa yang bersangkutan sudah dapat dikatakan memenuhi syarat, sudah sah. Lalu mengapa kita harus repot repot?"

Anda harus menyadari bahwa para ulama fiqih telah menetapkan syarat-syarat lahiriah puasa dengan dalil-dalil yang lebih lemah dibanding dalil dalil yang menopang perlunya ditepati syarat syarat batiniah. Misalnya saja tentang mengumpat dan yang sejenis. Bagaimanapun perlu diingat, bahwa para ulama fiqih memandang batas kewajiban puasa dengan hanya mempertimbangkan pada kapasitas orang awam yang sering lalai, mudah terperangkap dalam urusan duniawi.

Sedangkan bagi mereka yang memiliki pengetahuan tentang hari Akhir, akan memperhatikan sungguh-sungguh dan memenuhi dengan syarat batin, sehingga ibadahnya sah dan diterima.

Hal demikian itu mereka capai dengan melaksanakan syarat-syarat yang akan mengantarkannya pada tujuan. Menurut pemahaman mereka, berpuasa adalah salah satu cara untuk menghayati salah satu akhlak Allah Swt, yaitu tempat meminta (shamadiyyah), sebagaimana juga contoh dari para malaikat, dengan sedapat mungkin menghindari godaan nafsu, karena malaikat adalah makhluk yang terbebas dari dorongan serupa.

Sedang manusia mempunyai derajat di atas hewan, karena dengan tuntunan akal yang dimilikinya akan selalu sanggup mengendalikan nafsunya; namun ia inferior (sedikit lebih rendah) dari malaikat, karena masih dikuasai oleh hawa nafsu, maka ia pun harus mencoba untuk mengatasi godaan hawa nafsunya.

Kapan pun manusia dikuasai oleh hawa nafsunya, maka ia akan terjatuh dalam tingkatan yang terendah, sehingga tidak ada tempat lagi selain bersama hewan. Kapan pun ia mampu mengatasinya, maka ia akan terangkat ke tingkatan para malaikat. Malaikat adalah makhluk yang paling dekat dengan Allah swt, karenanya malaikat pun menjadi contoh bagi makhluk yang ingin dekat dengan Allah. Tentu dengan segala ibadah akan menjadikan diri semakin dekat dengan Nya. Hanya saja bukan dalam pengertian dekat dalam dimensi ruang, tetapi lebih pada kedekatan sifat.

Jika demikian itu adalah rahasia puasa bagi mereka yang memiliki kedalaman pemahaman spiritual, apakah manfaat menggabungkan dua (porsi) makan pada waktu berbuka, seraya memuaskan nafsu lain yang tertahan ketika siang hari. Dan kalaulah demikian, lalu apa makna Hadis Nabi saw. yang berbunyi, "Betapa banyak orang berpuasa yang tidak mendapat sesuatu selain lapar dan dahaga?"

wallohu a'lam bish-showab,-

dikutip dari :



FAKTA SALAH KELOLA SDA

artikel dibawah ini saya dapatkan ketika saya ikut suatu acara dari kampus. cukup membuat saya dan mungkin kita semua terhenyak karena begitu kaya nya Indonesia, tapi ternyata sayangnya masih salah dikelola atau belum dikelola secara optimal sehingga rakyat Indonesia yg seharusnya hidup makmur krn kekayaan negeri-nya malah sengasara hidupnya, serba sulitnya hidup yg msh dirasakan oleh banyak rakyat indonesia ini,, menimbulkan  tanda tanya besar sebenanrnya APA YANG SALAH DENGAN NEGERI INI?? check it out..

 
            Potensi SDA yang begitu besar itu belum berhasil mengentaskan seluruh rakyat negeri ini dari kemiskinan. Kita masih punya 21 juta penduduk miskin di Jawa, 8 juta di Sumatera, dan sekitar 8 juta tersebar di pulau-pulau lainnya. Kenyataan sulit hidup bahkan dialami oleh hampir semua warga, termasuk para pegawai negeri sipil dan anggota TNI berpangkat rendah.  Mereka sulit membiayai pendidikan, kesehatan, dan perumahan. Jadi, kemiskinan sebenarnya tak hanya yang berkategori “miskin” (mustahiq), faktanya mayoritas anak bangsa ini masih “susah hidup” (belum muzakki).
            Kemiskinan adalah akibat dar pembangunan ekonomi yang tidak berhasil. Ekonomi riil tak cukup berkembang dan merata, sehingga tak cukup menyediakan lapangan kerja dan  memenuhi kebutuhan semua orang. Ini semua berasal dari cara pengelolaan SDA yang berbasiskan konsep kapitalis liberal, sekalipun dijalan oleh anak-anak negeri yang secara individu barangkali adalah anak-anak yang soleh dan santun.
            Banyak sekali aturan, konvensi dan tradisi yang justru menghalangi akses anak negeri pada modal, teknologi dan pasar, sehingga mereka ibarat mati kelaparan di lumbung padi.
            Para bankir Indonesia biasa menolak proposal usaha anak negeri, karena tidak punya modal awal atau agunan, sekalipun proposalnnya (yang terkait SDA) sangat prospektif. Ini berbeda dengan bank-bank asing yang siap memodali pengusaha asing yang ingin investasi di negeri ini, karena dapat dipastikan untung besar. Para bankir di negeri ini lebih suka menanam uang mereka di sertidfikat bank Indonesia, surat utang negara, atau berspekulasi di pasar modal. Mereka biasa memperlakukan uang sebagai komoditas, bukan menggunakan  ilmu dan teknologi untuk memberi nilai tambah sumberdaya alam. Bsinis finansial yang “pasti untung” lebih disukai dibandingkan sektor riil yan “beresiko”.
            Contoh, seorang warga Amerika yang menyewa tanah murah di suatu “pantai eksotik” di Nusa Tenggara. Ia membangun 20-an “cottages” tradisional, juga murah. Hasilnya US$ 800-1000 tiap cottages per malam, dan penerimaan total sekurang-kurangnya Rp. 50 milyar per tahun. mahal, sebab yang “dijual” adalah “aset keindahan” yang sangat unik, milik bangsa. Pengusaha untung besar, tetapi kabupaten hanya mendapat pajak kurang dari 1%, dan rakyat Cuma numpang bekerja seperti “budak”, mendapat UMR, dan tetap miskin.
            Di sektor kehutanan atau pertambangan kondisinya lebih miris. Berpuluh juta hektar telah memberikan untung besar bagi pengusaha.
            Di Riau, dengan ijin investasi perkebunan, seorang pengusaha asing langsung untung minmal Rp. 7,4 trilyun setelah mendapat konsesi 20.000 hektar. Menebas habis hutan endapat untung Rp. 400 juta per hektar, sedang membangun kebun hanya Rp. 30 juta per hektar. Jadi dia langsung untung Rp. 7,4 Trilyun, praktis tanpa modal.
            Kondisi ini dimanfaatkan oleh korporasi dunia untuk melobby para politisi negeri ini agar membuat “iklim investasi yang makin kondusif”, berupa aturan atau undang-undang yang membuat mereka makin legal dan bebas mengeruk kekayaan SDA. Walhasil makin hari makin banyak korporasi aing di negeri ini. Dari sektor hulu, seperti pertambangan emas, atau migas hingga hilir seperti pasar retail. Jika ada pengusaha pribumi atau BUMN/BUMD ikut serta, tak sedikit yang harus berhutang ke bank-bank di Luar negeri untuk membayar ahli dan teknologi asing. Sedang anak negeri cukup puas dengan pajak yang dibayarkan korporasi asing itu. Pada saat yang sama, lingkungan kita makin rusak teknologi tidak makin kita kuasai, dan hutang luar negeri kita makin bejibun.
            Pada saat yang sama, melalui pemberitaan maupun acara hiburan di media ditontonkan kepada kita kekusutan birokrasi dan manajemen pemerintahan kita, versus efisiensi birokrasi dan manajemen di negara maju. Hasilnya, kita makin rendah diri pada kemampuan dan produk anak bangsa, dan makin terkagum-kagum pada produk luar negeri.
            Kita secara sadar atau tidak, sedang membiarkan untuk dijajah lagi, langsung atau tidak langsung, melalui undang-undang.                                                                 




dikutip dari :

Pengikut